Hari
ini sekolah kami masuk seperti biasa. Setelah kemarin diliburkan, aku dan Adam
tak berangkat bersama. Aku tak sabar ingin melihat wajahya. Sudah lama rasanya
aku tak melihatnya. Padahal, baru semalam menjelang tidurku aku memandangi gambarnya
di ponselku. Sepasang mataku selalu mengarah kepadanya. Aku tak tahu, pelet apa
yang telah dipasangnya. Aku merasa, bak magnet bertemu magnet. Ada tarikkan
yang selalu mengarah untuknya. Namun, kemana lelaki magnet itu? Tak terlihat
sedikit pun batang hidungnya.
“Mana
Adam?” Kali ini aku memfokuskan pandanganku kepada teman terbaikku, Faqih.
“Adam?
Kurang tau, Qhey. Aku gak lihat dari tadi.” Magnet itu semakin kencang.
Tarikkan itu membuatku tak dapat menahannya. Kemana Adam? Aku merindukanmu.
Hari-hariku kali ini sangat sepi.
Layaknya semut yang kehilangan rombongannya. Baiklah, aku akan memberanikan
diri untuk menanyakan kabarnya melalui pesan singkat. Lama sekali ia
membalasnya. Kemana makhluk ini? Ah, aku muak menunggunya,. Ia tak kunjung membalas
pesan singkatku. Kekhawatiranku mulai melonjak ketika ia mengacuhkan pesan
singkatku dan Zalfa menghampiriku dengan wajah yang cemas.
“Qhey!!!”
Tarikan nafasnya seperti balon yang bocor. Tak dapat di tahan hembusannya.
“Iya.
Kenapa? Santai, Fa…”
“Adam
masuk rumah sakit, ya?” Adam? Di rumah sakit?
“Apa?
Kamu tau dari mana?”
“Tadi
dia menghubungi dan mengabarkanku tentang keadaannya.” Ya Tuhan, mengapa Zalfa?
Seberapa pentingkah Zalfa untuknya? Aku tak hanya ingin diingat. Tapi,
perlakukanlah aku sama pentingnya seperti Zalfa untukmu. Dadaku sesak, saat aku
tahu Zalfa adalah orang pertama yang tahu tentang keadaan Adam. Bahkan, Faqih
pun tak tahu. Hanya senyuman kekhawatiran yang dapat ku berikan pada Zalfa kala
itu.
Kuarahkan ponselku untuk menghubungi
Adam. “Adam? Kamu sakit? Sekarang bagaimana?” Syukurlah, ia mengangkat
teleponku.
“Iya.
Kok tahu?”
“Aku
tahu dari Zalfa. Tadi dia membertahuku.”
“Astaga!
Wanita manis itu memberitahumu? Sungguh, benar-benar tak dapat menjaga
rahasia.” Adam? Kau sedang berbicara dengan orang yang ingin dikatakan penting
dalam hidupmu.
“Baiklah,
cepatlah kau sembuh agar kita dapat bermain bersama.” Adam dan aku segera mengakhiri
perbincangan kita. Aku sedikit shock saat
Adam mengatakan ‘wanita manis’. Aku tahu, aku memang tak seberapa pentingnya
untuk Adam.
Aku baru saja mendapat kabar bahwa
Adam dirawat di Rumah Sakit Kasih Bunda. Rumah sakit itu jauh dari tempat
tinggalku. Aku ingin melihatnya. Ya, meski mungkin bukan aku yang
diharapkannya. Tapi, Zalfa. Bagaimana aku bisa menjenguknya? Jadwalku sangatlah
padat. Adam cepatlah sembuh, aku benar-benar merindukanmu. Kali ini aku tak
peduli seberapa pentingnya aku untukmu. Aku akan terus berdo’a untuk
kesembuhanmu.
***
Warna langit hari ini masih terlihat
jingga. Aku memutuskan untuk absen dalam rapat OSIS. Ini kulakukan untuk Adam.
Aku akan menjenguknya disana. Hanya sendiri. Aku sempat mengajak Zalfa, yang
mungkin Adam harapkan kehadirannya. Namun, Zalfa menolaknya. Adam tak lebih
penting dari kegiatan pribadinya. Lambat laun, aku akan menjadi orang penting
dalam hidupmu, Dam. Aku yakin.
Aku menginjakkan kakiku kedalam
rumah sakit. Lantai demi lantai kulewati dengan lift. Ya, aku sudah berada tepat didepan kamar Adam. Kamarnya VIP,
tak ada pasien lain selain dirinya. Perlahan, ku ketuk pintu kamarnya. Aku
menembusnya secara perlahan. Senyuman itu menjadi pembuka kehadiranku. Kosong.
Tak ada orang. Hanya ada Adam yang terbaring lemah dengan selang berjarum di
tempurung tangannya.
“Adam?
Sendiri?”
“Iya.
Sini, temenin. Ibu pulang sebentar nganter Aza. Kasihan dia. Lagipula, aku tak
serparah yang kau pikirkan. Tak usah mengkhawatirkanku”
“Bagaimana
mungkin ini tak parah? Apa yang dokter katakan?”
“Nyamuk
nakal itu lebih menyukaiku. Mereka mencintaiku lebih darimu, Qhey.”
“DBD?
Aku tak sedang mengajakmu bergurau, Dam.”
Aku hanya dapat memandangi wajahnya
yang masih pucat pasi. Ingin rasanya kubiarkan ia tenggelam dalam dekapanku.
Tak ada pembicaraan antara kami. Seperti biasa, hanya tubuh kami yang berbicara.
Sedang mulut kami, kaku bukan kepalang. Moment
ini sangat indah. Seorang suster masuk kedalam kamar Adam. Suster cantik
berambut panjang yang di kuncir kuda itu memberikan jatah makan kepada Adam.
“Oh, saya pikir tak ada orang. Syukurlah jika kekasihmu datang, Tuan. Serasi
sekali.” Hampir kubiarkan bola mataku keluar dari sarangnya, ketika mendengar
suster cantik itu berbicara berbicara seperti itu. Jangankan kekasih, menjadi
orang penting dalam hidupnya saja belum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar