3#Bungkus Kado Buzz
“Kinan,
si Fandy nyariin lo masa, Nan. Gila kali ya dia, gak punya rasa bersalah banget
sumpah.” Keluh Nindy ketika ia baru duduk dikursinya yang tepat berada di
depanku. Jelas Nindy tidak dengan nada yang lembut. Sambil menaruh tasnya dan
memutar tubuhnya dengan kasar kearahku.
“Waduh,
masih pagi, Nin. Santai dong. Gua aja biasa aja ahahahaha...”
“Gak
mungkin lo santai, lo pasti kepo. Gua tau isi hati lo. Nih, ya tadi gue ketemu
Fandy di halte, dia ngalangin gue jalan, ya gue berhenti dong ya. Terus dia
nanyain lo, sumpah gue udah males banget, rada eneg gitu liat mukanya tanpa
dosa banget sumpah deh. Dia masih line lo?” tanya Nindy dengan penuh semangat
dan emosi yang sangat dalam.
“Nanya
apa, Nin? Hmmm... enggak line gue sama sekali deh perasaan. Udah gue block
juga. Tapi, lima menit kemudian gue unblock lagi, deng wahahahaa...”
“Agak
bloon juga ya lo, Nan. Kayak gini, nih yang mancing. Tapi dia sama sekali gak
bahas masalah itu? Ih bener-bener, deh. Benci banget gue. Kenapa lo diem aja
sih, Nan? Lo tuh di dzalimi, Nan. Melek napa, masih aja diem, heran gue.”
“Yaaa...
Gimana ya, gua udah males juga, sih. Lagian udah sebulan yang lalu.
Bodoamatlah, urusan dia sama Tuhan sekarang.”
“Lo
tuh semacam tolol atau legowo sih? Heran gue, kalau gue jadi lo mah, hih gua
telanjanginlah, bodoamat.” Jelas Nindy sambil merobek kasar kertas yang akan
dia gunakan untuk menulis
Fandy
Bagasditya, mahasiswa jurusan teknik elektro angkatan 2014. Kisah singkat yang
pernah aku alami bersamanya justru membuat kami saling menjaga jarak. Padahal,
kami saling mengawalinya dengan baik dan mengakhiri yang seharusnya berakhir
dengan baik. Aku yang membuka tali silaturahim dengannya justru merasa sia-sia
dan tak berarti. Aku merasa mungkin ada yang salah pada dirinya, sehingga
membuatnya menghindar.
“Ya,
kan gara-gara lo juga, Nin. Seandainya, buku lo gak jatoh dia gak akan nemuin
gue. Jangan teledor makanya!”
“Lo
juga sih, Nan. Segala ngepoin dia di mawapres. Dari sekian banyak lelaki di
mawapres, kenapa lo kepo banget sama dia, deh?”
“Gatau,
ya. Mukanya gak asing soalnya, Nin. Tapi, gak ada hubungannya, ya,
wahahhaaaa...” Lalu aku tertawa terpingkal-pingkal dengan kalimatku sendiri.
“Gak
beres lo, Nan. Banyak-banyak ibadah.” Sarannya sambil menepuk pundakku.
----
Berawal
dari keterpesonaanku kepada seorang mahasiswi yang berhasil mempresentasikan
hasil penelitiannya dalam ajang Mahasiswa Berprestasi tingkat universitas.
Rambutnya yang tertata rapi dengan gaya ‘poni lempar’ ala Iqbal Coboy Junior,
eh Dilan, kacamata yang pas tersangkut pada hidungnya yang terlihat lancip,
sepatu pantofel yang mengkilat berwarna hitam, kemeja putih yang dibalut dengan
almamater kebanggaan universitas dan jam tangan berwarna hitam yang terlihat
jelas karena lengannya digulung dua lipat. Aku yakin, jika aku berada
disampingnya pasti aku mencium jelas aroma maskulin yang melekat pada dirinya.
Tepat
setelah presentasi itu selesai dan ia dinyatakan lolos pada babak berikutnya,
entah kesengajaan atau ketidaksengajaannya, ia menghampiriku yang sedang duduk
di bangku tunggu yang ada didepan aula saat itu. Aku duduk sendiri dan sedang
menunggu Nindy, si Miss. Ngaret. Ia menghampiriku tentu bukan tanpa alasan. Ia
mengampiriku dengan membawa sebuah buku berwarna pink yang aku pun tak tahu
milik siapa.
“Sorry,
lo Kinan ya? Hmm... kenalin gue Fandy, teknik elektro 2014.” Dia memperkenalkan
dirinya, padahal aku sudah tahu. Kamu yang membuat aku terpesona, Fan. Dari
sekian banyaknya kandidat mahasiswa berprestasi, kamu yang menarikku. (halah)
“Ah?
Iiya, gue Kinan. Kenapa, ya?” tanyaku dengan ragu dan jantung yang mulai
marathon, sepertinya.
“Ini
buku... Nindy. Nindy temen lo, kan?” Wow... dia magician sepertinya. Dari mana
dia tahu bahwa Nindy temanku? Dan dia mengenalku?
“Kok
tau Nindy, ya? Dari mana? Kok tau gue Kinan?”
“Ini
di dalem bukunya ada namanya Nindy Alika dan diselipan sampul dalam ada
fotonya. Terus dibelakang fotonya ada keterangannya Nindy & Kinan.
Terus, tadi pas gue keluar dari aula, gue liat lo dan muka lo mirip di foto
ini. Gue nemuin buku ini kemarin di pendopo teknik.” Begitu panjangnya
penjelasan yang dia berikan. Beberapa kalimat itu diakhiri dengan senyuman yang
membuat para wanita sekitar kami mungkin meleleh. Cokelat kali ah, meleleh.
Aku baru ingat, beberapa hari yang lalu aku
dan Nindy pergi ke pendopo teknik untuk belajar bersama karena akan ada ujian
lisan. Pendopo teknik merupakan tempat favorit Nindy, karena ia dapat cuci mata
dan menunggu kasih tak sampainya lewat, ya walaupun sampai kami selesai belajar
pun lelaki itu tidak memunculkan batang hidungnya. Lalu, Nindy ngedumel kesal
dan menyesal belajar disana. Begitu juga buku catatan berwarna pink itu memang
milik Nindy yang didalamnya terselip foto kami berdua.
Pada
saat itu, aku berterima kasih pada Nindy dan buku catatannya. Berkat pertemuan
itu, aku dan Fandy menjadi sangat dekat. Bersama Fandy, aku melupakan Atta yang
selama ini menjadi pahlawan kesianganku. Memang terkadang kami bertemu, tapi
tak sesering dulu. Rasanya, aku lupa untuk nebeng Atta (pasti Atta sedang
bersyukur). Tak jarang juga aku dan Fandy menghabiskan waktu bersama setelah pulang kuliah.
“Nan,
apa yang lo rasain kalau lo lagi sama gue? Seneng gak? Kan udah lama lo main
deket-deket ama gua.” tanya Fandy sibuk menatap aku yang faktanya benci sekali
ditatap.
“Apaansi,
Fan? Ya, senenglah. Masa iya gak seneng.”
“Asiiikkk...
Kinan seneng kalau sama Fandy. Kalau gua punya pacar gimana, Nan?” terasa
dipanah banget gak si, jalan bareng ya tetap tidak kendor bertanya hal-hal
klasik. “Marah kek.” Katanya sambil menyipitkan mata.
“Basi
basi basiiii.... Rada gak nyambung ya, Fan. Itu semacam memancing keributan!”
Lalu aku memekarkan hidungku sebagai pertanda sudah males melanjutkan topik
yang Jaka Sembung Bawa Golok ini.
“Jelek
kalo gitu, Nan. Tapi, gua tetep suka.”
“Weeeiiitttsss!!!
Ngerdus, shayyy...” Tegasku sambil mengangkis tangannya yang hendak menyentil
jidatku. Padahal yang bermasalah hidungku, mungkin dia geli menyentil hidungku,
atau ada upil, ya.
Kemudian
hening. Jus dan makananku datang. Kali ini bukan Patbingsoo, tapi Jus Alpukat
dan kentang goreng dengan saus cabai dan mayonaise disampingnya.
“Lo
punya pacar, Nan?”
“Enggaklah,
Fan. Kalau punya, dua bulan full makan, main, pulang bareng dan ngerjain tugas
bareng lo, masa pacar gue gak marah.” Mengerjakan tugas bersama, padahal
jurusan kami berbeda. Ini adalah trik kami berdua agar bisa terus bersama.
Namanya juga anak muda dilanda asmara.
“Enggak
punya atau belum punya? Kalau belum, bentar lagi bakalan punya.” Wah, Fandy
benar-benar memancing keributan dimalam hari dengan bibirnya yang terangkat
sebelah saat senyum. Senyum yang memancing lagi. Iya, memancing Kinan khilaf.
“Yee..
apaan dah, Fan. Kayak Mbah Mijan lo ye..”
“Yee..
malah ngajak bercanda si Nunung.” Aibku kembali terbongkar setelah ia berhasil
menarik jus yang hendak ku sedot menjauh dari bibirku. Ia menarik gelasku saat
aku sedang mengambil ancang-ancang untuk menyedot. “Yhaaa!!! Monyong amat,
Nung.”
“Sialan,
kan. Bisa gak iseng sehari, gak sih?!”
“Kata
orang iseng itu salah satu tanda sayang. Cie, deg-degan ya, Nan.”
“JADI
GAK NAFSU.”
“Gak
nafsu makan sendiri kan maksudnya? Sini gue yang suapin.”
“Coba
suapin coba. Buruan kalau berani.” Aku menganga dan mendekat ke arah Fandy.
Tapi tidak dengan jarak yang..... sangat dekat.
“Gak
ada sekup tapi, ya?” Ledeknya sambil mencari sekup, sepertinya. Kemudian aku
menyiramnya dengan jus alpukat. Tapi, terhenti.
Iya,
begitulah Fandy. Menggemaskan dan menyebalkan. Tapi aku belum mulai menyukainya
dengan hati. Masih sama, hanya sekedar kagum dan nyaman bersamanya. Baru
nyaman, belum sayang. Mending mana?
“Makasih
ya, Fandy buat hari ini. Main basket di lapangannya seru, makasih juga udah
disuapin pake sekup. Gue tunggu suapan selanjutnya pake cangkul.”
“Berarti
kalau gua ngelamar lo gua kasih satu set sekup kali ya buat peralatan dapur.
Huahahahahaaa.....” Hobi terbaru Fandy, terbahak.
“PERGI
LO!”
“Untung
diusirnya pergi dari rumah, bukan dari hati. Hehehe... Ohiya, Nan ini buat lo.
Sengaja ngasihnya pas udah mau masuk rumah, biar kebayang sampe mau tidur,
kalau bisa sampe kebawa mimpi. Malah sampe gabisa tidur. Wakakak...” Serunya
sambil melempar sebuah benda yang dibungkus rapi dengan kertas kado. Kenapa
harus dilempar, ya? Karena, sudah larut ia memutuskan untuk tidak bertemu bunda
malam ini dan ia masih bertengger dimotornya untuk bergegas pulang. Ini kali
pertamanya ia mengantarku sampai rumah. Entah kapan ia akan bertemu bunda untuk
yang pertama kalinya. Jujur, aku benar-benar tidak enak karena ia masih harus
melewati jalanan yang panjang menuju rumahnya, Tebet-Cawang.
Lalu
benar, aku tidak bisa tidur.
***
(Notif Line)
Fandy :
Morning....
Morning....
Morning....
Me :
Bujug, ampe 3 kali. Padahal waktunya
sama. Nge ping cara baru ya?
Morning juga yaa..
Fandy :
Sengaja tiga kali
(Sticker matahari)
Me :
Kenapa gitu? Hobi nyepam ya?
Fandy :
Soalnya, kalo sama orang yang spesial ga
cukup sekali doang ngucapinnya
(Sticker hug)
Me :
YAELA MBAH MIJAN, SA AE!
Hari ini aku libur ke kampus, ya karena memang jadwalnya libur.
Tapi, mataku seperti panda. Fix. Bukan karena mengerjakan tugas, tapi karena
kutukkan Fandy malam tadi. Kado yang dilemparnya menjadi sebab aku tidak bisa
tidur dengan nyenyak. Biasanya, aku merasakan kenyenyakkan istirahat malamku
bersama bayangan anak dan ayah, Guanlin bin Chanyeol. Tapi, posisi mereka malam
tadi terganti oleh kado bersampul Buzz Lightyear dari Fandy. Padahal hanya
sebuah kado, ya.
Luarnya sangat menarik. Fandy memang paham
betul aku sangat suka dengan Buzz Lightyear. Lalu, Fandy bertanya, ‘kenapa
suka Buzz? Paling suka Toy Story yang keberapa?’, dan aku menjawab ‘gak
pernah nonton Toy Story sampe habis. Gatau juga urutannya yang mana, cuma tau
yang si Woody nya sedih.’ Sambil melihat dan memilih mainan yang cocok
untuk hadiah ulang tahun keponakannya, Fandy kembali membuka mulutnya, ‘gimana
ceritanya suka Buzz tapi gak nonton Toy Story sampe tamat? Aneh banget dah.’ kemudian
aku mengklarifikasi agar tidak ditertawakan, ‘soalnya perpaduan warna Buzz
itu cantik. Hehe...’ Alhamdulillah, Fandy tidak tertawa hanya, melirik
sinis aku yang sedang mendangak melihat boneka Buzz dan kawan-kawannya di
etalase bagian atas, yang tingginya lebih dariku.
Wow,
malam yang mengejutkan. Penyesalan yang tak berujung karena membukanya ketika
sudah siap untuk tidur. Aku sangat suka dan terkejut dengan isinya. Sebuah
binder custom Buzz Lightyear. Untung saja bukan bunga. Bunga apa kek, percuma
kan ya, dia bakalan layu dan aku bukan tipe orang yang senang diberi bunga,
lebih baik ditraktir makan KFC Wingers, hehehe.
Bindernya
biasa saja, tidak ada nilai lebih selain Buzz dan warnanya. Tapi, setelah aku
membuka isinya, menarik dan membuatku tidak bisa tidur dengan tenang. Lembar
kertas putih biasa tertata rapi sebagai isinya. Namun, terlihat berbeda di
bagian pembatasnya yang dijadikan satu disisi depan. Masing-maising pembatas
memiliki perbedaan pada kalimat didalamnya. Ooo... kalimat motivasi ternyata.
Lumayan juga, ya si Fandy Teguh ini. Lumayan aneh setelah dibuka. Tapi, patut
diapresiasi.
Pembatas 1 : Selamat datang....
Pembatas 2 : Semoga kuliahnya tetap semangat!
Pembatas 3 : Jangan males-males ya nulis materinya. Tulisannya bagusan
dikit! (agak meledek)
Pembatas 4 : Minimal lulus 4 tahun, kalau bisa 3,5 tahun ya!!!
Pembatas 5 : Biar ‘mau fokus kuliah’ bukan lagi jadi alasan kita untuk
bersama. To infinity and beyond!!! (mulai tak enak hati)
Pembatas 6 : Tertanda, Buzz Lightyear-mu. (ternyata benar)
Lalu, kantung depan dalam bindernya diselipkan photocard Kai dan Chanyeol,
Exo edisi Power. Diakhri dengan Jihoon dan Bae Jinyoung, Wanna One edisi Nothing
Without You dikantung belakang. Biar selalu ingat dia, katanya. Ingat apanya,
ya.
Me :
Fan, dimana?
Makasih ya kadonya, hehe. Kan gak ulang
tahun. Suka luar dan isinya.
(Sticker happy)
Fandy :
Di rumah, nih. Udah balik.
Alhamdulillah....
Oh udah dibuka? Syukurlah kalau suka. Gak
seberapa, ya tapi...
Suka sama oppa nya gak? Biar gak berisik ngomongin Yal Yeol, bihun bihun deep apa itu. Jangan
ilang itu photocardnya. Kalau ilang gak ada yang mau beliin tu nanti. Mahal!!
Suka pembatasnya gak? Atur sendiri ya
yang mana motivasi yang prioritas semoga sih yang ke lima. Wkwk
Me :
KAYAK GAK IKHLAS GITU Y. Suka, kok. Btw,
beli photocard dimana coba? Jangan-jangan lo follow akun olshop kpop,
yaaa?????? Maaf ya selalu bawel tentang mereka, tapi jangan salah sebut yaaa
wkwk. Tapi, hubungan Buzz sama mereka apaan coba?? Lo ganti nama aja kali jadi
Jaka Sembung Bawa Golok.
HMMM AJALAH YAAA....
Fandy :
Buzz nya kan ceritanya gue, jadi pas baru
ambil bindernya, lo bakal inget gue. Terus, gakpapa lo suka sama oppa oppa itu.
Simpen oppa itu di binder dari gue, udah gue kasih fasilitas. Nih ya, biar lo
inget gak boleh nyimpen tuh oppa di hati lo. HALU, NAN HALUUUUU... Ngomong apasi gue. Yaudah intinya
itu buat lo, nanya mulu ribet banget deh!!
Me :
Hahaha... tetep gak ada hubungannya :( Tapi
bisa gitu yaaa... POKOKNYA, MAKASIH YAAAAA!!
Tapi, gak usah nge gas!!
Fandy :
Sama-sama yaaa... walaupun tetep gak
nyambung, lo harus pikirin dari sekarang isi bindernya. Biar nanti kalau
ditanya gak bingung. HEHE. Bercanda, tp klo lo mau anggep beneran gapapa,
siii... Anggep beneran, kek!
Yeu nunung!!
Apa hanya aku yang tidak bisa tidur karena hal sekecil itu? Bukan
karena romantis, tapi aku mulai takut. Takut pokoknya. Takut semua ini semakin
menjadi diluar kendaliku. Ditambah lagi dengan obrolan kami saat paginya. Aku
yang harus mengucapkan terimakasih dan ia mengingatkanku untuk melanjutkan
tindakannya. Bagaimana ya, bukan ini yang kuharapkan. Tapi, tunggu ada yang
terselip dibalik photocard itu...
Me :
Fandy!! Kok ada 2 tiket dufan??
Fandy :
Tanggal segitu free kan? Bawa 2 tiketnya,
ya. See you!!!
(Sticker bye)
Me :
Kita ke dufan?? Apa lo jualan? Apa salah
masukin, cui?
Fandy :
Gak kok buset. Gue cuma mau bikin lo
seneng dan biar si dufan yang bantuin gue bikin lo seneng.
Kemudian,
aku tidak tenang lagi melewati malam. Tidak sabar menunggu hari itu tiba. Perlu kubuat list yang akan kulakukan bersamanya kah?
***