Kamis, 07 April 2022

Nikmat

Hampir seminggu ini, termenung aja kl di motor. Meresapi hal-hal yang terjadi selama menikah kurang dari sebulan, iya memang masih begitu dini untuk diceritakan. 

Lama mengenenal suamiku, tapi tidak begitu. Hanya satu tahun utk mempelajari sifat-sifatnya. Selama pacaran, sudah sadar bahwa love languagenya itu physical touch. Selama itu pula, aku selalu menolak. Ya karena kan belum muhrim (gaya) tp beneran. Saat menikah, love languagenya makin terlihat dan jelas aku terima dengan sangat. 

Ada beberapa momen dengan love languagenya itu yg bkin aku senang, blushing, tersentuh, ntah kenapa. Tapi yang pasti, karena aku menahan utk merespon itu sejak lama. Bahkan ada beberapa yang jadi kebiasaan dan yang mungkin kalau dia gak melakukan itu perasaanku gak enak dan ada rasa sedih pun aku mau suamiku selalu begitu.

Itu adalah sebuah proses kecil, sederhana diawal menikah. Menyadari beberapa hal yang sebelumnya gak kita rasa. Menyadari kalau rasa yang dibagi itu ternyata ada. Menyadari kalau kita itu berdua, bersama. Proses kecil ini yang mengawali proses2 besar lainnya dan aku mau nikmatin itu. 

Memutuskan untuk menikah bukan berarti melepaskan semua permasalahan hidup, justru kita menambah konflik dan masalah baru. Masalah internal bahkan eksternal. Bukan seberapa besar masalahnya, tapi bagaimana kita berdua menyelesaikan masalah itu, tentang waktu, perasaan, menghargai, sampai bertemu dengan solusi. Meskipun menikah bukan solusi untuk terhindar dari masalah, tapi bukan berarti menikah juga beban. 

Menikah itu nikmat. Menikah itu ibadah seumur hidup. Menikah memang berat, tapi semua yang menikah pun pasti prosesnya sama. Cukup dinikmati prosesnya, nikmatnya selalu terasa.

 

MEyNULIS