Aku terus mengintai sosoknya.
Disudut sekolah sekalipun, tak lupa untuk kuhampiri. Dimana mereka? Aku tak
menemukan batang hidungnya. Sebenarnya, aku hanya mencari Adam, bukan Farah.
Namun, karana mereka kerap kali menghilang secara bersamaan, rasa curigaku
muncul sangat besar. Sepeda motornya tidak ada di parkiran. Rasa curigaku
semakin parah, bahkan entah mengapa airmata di kelopak mataku ini sudah tak
sabar untuk keluar.
“Hey,
lihat Adam?” Aku bertanya pada Haidar, teman satu sekolah sekaligus
tetangganya.
“Hmmm…
Enggak, Qhey.”
“Mengapa
kau begitu kaku? Aku ini kawanmu! Bersikaplah seperti biasanya.” Aku mulai
memukul bahunya.
“Hmm…
Aku ke kelas dulu, Qhey.”
“Hey!
Haidarr…! Sial, aku ditinggalnya.”
Sudahlah. Aku sudah lelah bertanya
kesana-kemari dimana letak Adam. Aku harus beristirahat. Aku akan melupakan
kejadian yang kualami bersama Haidar. Sebenarnya, aku masih berpikir-pikir, apa
yang sebenarnya terjadi pada Haidar. Mengapa ia begitu kaku padaku?
***
Malam ini, aku tak memiliki tugas dari
guru. Saatnya aku mengistirahatkan pikiranku dengan merasakan lembutnya angin
malam diatas balkon kamarku, kelap-kelip bintang dilangit, dan alunan music
yang terus berputar dilayar ponselku. Betapa aku menikmati malam yang damai
ini. Kepalaku mulai bergerak sesuai music yang berdendang, hentakkan kecil
dikakiku juga menyertai music yang kudengarkan. Jarang sekali aku menikmati
malam seperti ini.
From:
Zalfa (+6287894….)
Jum, 20
Sep 2013
Qhey, apa
yang terjadi padamu? Maaf sebelumnya, aku harus mengatakan ini padamu. Ada apa
denganmu dan Adam? Entah apa yang terjadi, tadi aku melihat seseorang berpostur
seperti Adam bersama seorang perempuan, tapi aku tak tahu siapa itu. Apa itu
kamu? Aku tak ingin kau suudzon. Aku ikut berdo’a semoga aku hanya salah lihat
ya.. :)
19:30
Aku tidak
apa-apa. Kau melihat Adam? Oh, tidak. Itu bukan aku, Fa. Besok aku ingin bicara
padamu ya..
***
Istirahat yang tak sempunra itu
membuatku benar-benar lelah. Yang ada dipikiranku saat memasuki gerbang sekolah
hanyalah pesan singkat dari Zalfa.
“Zalfa…” Aku berlari menghampirinya yang
bari saja tiring dari mobil berwarna merah marun itu.
“Qheyla, maaf, pesan singkatku semalam..
Aku tak memiliki maksud lain, aku hanya ingin tahu apakah itu kau? Kau yang
bersama Adam?”
“Dimana kau melihatnya, Fa?”
“Hmmm… Sebenarnya, aku ingin kau tahu,
Qhey. Tapi, kau jangan pernah marah padaku.”
“Bicaralah padaku. Jika yang ingin kau
bicarakan adalah misteri tentang Adam selama ini, kau wajib memberitahukan itu
padaku.”
Sungguh, aku benar-benar tak percaya. Apa betul yang Zalfa katakan?
Astaga! Betapa bodohnya aku. Aku sangat bodoh, aku menjadi satu-satunya orang
yang tidak tahu diantara mereka semua yang tahu. Padahal aku sangat mengagumi
Adam. Airmataku benar-benar jatuh sangat deras. Aku harus menanyakan ini pada
Adam. Apa ini benar? Sungguh betapa teganya mereka.