Jumat, 05 Juni 2015

See You Again

Beberapa tahun lalu Tuhan mempertemukan kami. Aku tak mengenalnya. Aku hanya hafal dengan wajahnya. Organisasi yang mempertemukan kita. Aku mengenalnya melalui sahabatku. Ia juga mengenalnya karena organisasi itu. Namun, aku tak tahu sejak kapan mereka saling kenal. Bahkan, mereka sering meluangkan waktu untuk bermain bersama. Temanku memberi tahu padaku, bahwa ia seseorang yang asik jika diajak bicara. Jinki namanya. Wajahnya putih dan ia sangat pintar. Namun, ia bukan dari kalangan sekolahku, ia anak luar.
Kala itu, Jinki menghubungiku melalui media sosial. Ia meminta nomor ponselku. Jujur saja, aku bukan tipe orang yang sembarangan memberikan nomor ponsel. Aku bergegas bertanya pada kawanku yang mengenal Jinki lebih dalam. Kawanku menjawab bahwa ia orang baik-baik. Aku pun menanyakan kepada Jinki untuk apa ia meminta nomor ponselku. Akhirnya, aku memberikan nomor ponselku untuk alasan organisasi yang kami ikuti. Memang pada saat itu organisasi kami sedang bermasalah, sehingga kami harus saling membantu. Melalui ponsel itu, banyak percakapan diantara kami.
Perbedaan sekolah tidak menghalangi kami untuk berpapasan wajah. Kami masih dalam satu kawasan. Ketika pertama aku melihatnya dan menyapanya ia hanya memperhatikanku dengan tatapan sinis. Entahlah, memang wataknya atau ada hal lain. Setelah kejadian itu, aku langsung bertanya padanya, mengapa gerangan ia memandangiku sinis. Aku baru sadar, ia tak mengenal wajahku.
Singkat saja, melalui media sosial ini kita semakin dekat. Lebih dari mengenal dan menghafal wajah. Bahkan, aku tahu perjalanan cintanya. Aku tahu siapa kekasihnya. Aku tahu bagaimana dia. Dia pun begitu, tahu apa yang terjadi pada diriku. Ia yang selalu menjadi buku diaryku kala aku tak tahu harus kemana ku tuliskan. Ibarat ada pelangi setelah hujan. Jika aku bersedih, ia yang memberikan warna warni, agar kesedihan itu hilang. Perkenalan kita memang tak begitu lama. Hanya dua tahun lamanya. Hingga kami lulus SMA, kami masih berteman dengan baik.
Aku mendengar kabar, bahwa ia akan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi diluar kota. Tak tahu akan kembali kapan. Entah sebulan sekali, entah dua bulan sekali, entah setahun sekali. Aku tak tahu. Yang aku tahu, mungkin kami akan bertemu empat tahun lagi. Memang tak banyak waktu yang kami habiskan bersama. Kami hanya bermodalkan media sosial dan senyuman jika berpapasan. Tak pernah kami bercerita dalam waktu yang lama dan bertatap muka.
Setelah aku mendengar kabar ia akan pergi ke luar kota untuk sekolah. Aku mengajaknya untuk main bersama. Kami bercerita banyak disana. Ia menceritakan kekasihnya. Ia menceritakan pengalamannya. Begitu juga denganku. Segala yang kuragukan kuceritakan padanya. Bahkan, cerita-cerita yang masih menggantung. Kebanyakkan, cerita kami tersimpan di kotak masuk ponsel. Sehingga, jika kami bertemu kami harus menuntaskan cerita itu. Bercerita tentang banyak hal. Ddaann... Kalian tahu??
“Tanggal sebelas aku sudah pergi ke luar kota.”
Secepat inikah? Lalu, siapa yang menjadi pelangiku? Lalu, bagaimana aku bercerita? Lalu, bagaimana kau menakutiku? Lalu, siapa yang memanggilku dengan nama yang jelek? Aku tahu masih banyak yang bisa melakukan hal yang sama sepertimu, untukku. Tapi... Ah!!! Ingatlah, perkenalan kita yang singkat dapat membuat kita menjaga pertemanan kita. Apapun yang terjadi nanti aku akan menjadi temanmu dan kau tetap jadi temanku.
Ternyata, kemarin adalah hari pertama dan terahir kami bearmain sebelum ia pergi untuk cita-citanya. Lakukan hal yang sama saat empat tahun kemudian, bahkan lakukan itu setiap hari layaknya berdekatan. Aku yakin, Tuhan telah menyiapkan pelangi itu untukku saat kau tak ada. Dan aku yakin, Tuhan membiarkanmu agar tetap menjadi pelangiku selamanya.
See You Again...


-Namja Chingu & Yeoja Chingu-