Beberapa
tahun lalu Tuhan mempertemukan kami. Aku tak mengenalnya. Aku hanya hafal
dengan wajahnya. Organisasi yang mempertemukan kita. Aku mengenalnya melalui
sahabatku. Ia juga mengenalnya karena organisasi itu. Namun, aku tak tahu sejak
kapan mereka saling kenal. Bahkan, mereka sering meluangkan waktu untuk bermain
bersama. Temanku memberi tahu padaku, bahwa ia seseorang yang asik jika diajak
bicara. Jinki namanya. Wajahnya putih dan ia sangat pintar. Namun, ia bukan
dari kalangan sekolahku, ia anak luar.
Kala itu,
Jinki menghubungiku melalui media sosial. Ia meminta nomor ponselku. Jujur
saja, aku bukan tipe orang yang sembarangan memberikan nomor ponsel. Aku
bergegas bertanya pada kawanku yang mengenal Jinki lebih dalam. Kawanku menjawab
bahwa ia orang baik-baik. Aku pun menanyakan kepada Jinki untuk apa ia meminta
nomor ponselku. Akhirnya, aku memberikan nomor ponselku untuk alasan organisasi
yang kami ikuti. Memang pada saat itu organisasi kami sedang bermasalah,
sehingga kami harus saling membantu. Melalui ponsel itu, banyak percakapan
diantara kami.
Perbedaan
sekolah tidak menghalangi kami untuk berpapasan wajah. Kami masih dalam satu
kawasan. Ketika pertama aku melihatnya dan menyapanya ia hanya memperhatikanku
dengan tatapan sinis. Entahlah, memang wataknya atau ada hal lain. Setelah
kejadian itu, aku langsung bertanya padanya, mengapa gerangan ia memandangiku
sinis. Aku baru sadar, ia tak mengenal wajahku.
Singkat
saja, melalui media sosial ini kita semakin dekat. Lebih dari mengenal dan
menghafal wajah. Bahkan, aku tahu perjalanan cintanya. Aku tahu siapa
kekasihnya. Aku tahu bagaimana dia. Dia pun begitu, tahu apa yang terjadi pada
diriku. Ia yang selalu menjadi buku diaryku
kala aku tak tahu harus kemana ku tuliskan. Ibarat ada pelangi setelah hujan.
Jika aku bersedih, ia yang memberikan warna warni, agar kesedihan itu hilang.
Perkenalan kita memang tak begitu lama. Hanya dua tahun lamanya. Hingga kami
lulus SMA, kami masih berteman dengan baik.
Aku
mendengar kabar, bahwa ia akan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi diluar
kota. Tak tahu akan kembali kapan. Entah sebulan sekali, entah dua bulan
sekali, entah setahun sekali. Aku tak tahu. Yang aku tahu, mungkin kami akan
bertemu empat tahun lagi. Memang tak banyak waktu yang kami habiskan bersama.
Kami hanya bermodalkan media sosial dan senyuman jika berpapasan. Tak pernah
kami bercerita dalam waktu yang lama dan bertatap muka.
Setelah
aku mendengar kabar ia akan pergi ke luar kota untuk sekolah. Aku mengajaknya
untuk main bersama. Kami bercerita banyak disana. Ia menceritakan kekasihnya.
Ia menceritakan pengalamannya. Begitu juga denganku. Segala yang kuragukan
kuceritakan padanya. Bahkan, cerita-cerita yang masih menggantung. Kebanyakkan,
cerita kami tersimpan di kotak masuk ponsel. Sehingga, jika kami bertemu kami
harus menuntaskan cerita itu. Bercerita tentang banyak hal. Ddaann... Kalian
tahu??
“Tanggal
sebelas aku sudah pergi ke luar kota.”
Secepat
inikah? Lalu, siapa yang menjadi pelangiku? Lalu, bagaimana aku bercerita?
Lalu, bagaimana kau menakutiku? Lalu, siapa yang memanggilku dengan nama yang
jelek? Aku tahu masih banyak yang bisa melakukan hal yang sama sepertimu,
untukku. Tapi... Ah!!! Ingatlah, perkenalan kita yang singkat dapat membuat
kita menjaga pertemanan kita. Apapun yang terjadi nanti aku akan menjadi
temanmu dan kau tetap jadi temanku.
Ternyata,
kemarin adalah hari pertama dan terahir kami bearmain sebelum ia pergi untuk
cita-citanya. Lakukan hal yang sama saat empat tahun kemudian, bahkan lakukan
itu setiap hari layaknya berdekatan. Aku yakin, Tuhan telah menyiapkan pelangi
itu untukku saat kau tak ada. Dan aku yakin, Tuhan membiarkanmu agar tetap
menjadi pelangiku selamanya.
See You Again...
-Namja Chingu
& Yeoja Chingu-