Mereka benar-benar acuh kepadaku. Apa yang
kalian sembunyikan? Ya, akhir-akhir ini aku kerap kali melihat mereka berdua.
Bahkan, melihat mereka menghilang bersama yang tak tahu dimana keberadaannya.
Apa benar dugaanku selama ini, mereka saling menyimpan rasa? Sungguh! Ini tak
adil. Farah tak pernah memperjuangkan Adam seperti aku memperjuangkan Adam. Aku
jatuh bangun untuk kembali memilikinya seperti dulu kala. Aku akan
mempertanyakannya pada Adam. semoga keputusanku ini tak salah.
“Dam…”
Aku menghampirinya kala ia sedang termenung seorang diri dibawah pohon rindang
dekat kantin. Ya, seperti biasa ia hanya menaikkan alisnya. “Ada yang ingin
kubicarakan.”
“Apa?”
“Bagaimana
perasaanmu padaku sekarang?” Ah! Sial. Aku benar-benar bertanya kepadanya.
Biarlah, aku tak ingin dalam ribuan harapannya dan terus mengemis kepadanya
akan janjinya. Ah, semoga tak terjadi apa-apa.
“Perasaan?
Apa gunanya kau bertanya seperti ini?”
Ya, tuhan… Aku tak sanggup
membendung airmataku jika ini yang terjadi.
“Aku
butuh, Dam. Jika seperti ini sikapmu, aku butuh perasaanmu.”
“Tak
ingatkah kau saat di rumah sakit? Kepastian bukalah hal penting bagimu, dan
aku.”
“Bukankan
tak perlu menjadi yang special untuk
melakukan hal yang special? Tapi, kau
tak lagi melakukan hal yang special itu
padaku, Dam.”
***
Langkah kakiku menuju sekolah
benar-benar tanpa semangat sedikitpun. Adam yang dulu sangat berbeda dengan
yang sekarang. Aku merindukan masa-masa itu. Jika boleh aku kembali, aku ingin
kembali ke masa-masa itu. Masa dimana Adam masih menganggapku special dan melakukan hal yang special besama denganku. Astaga, aku
teringat percakapan kemarin sore. Aku merasa bersalah telah menanyakan hal itu
kepadanya. Memang dulu, aku tak membutuhkan kepastian. Itu semua karena aku
masih berpikir Adam akan menepati janjinya dan terus bersikap manis padaku.
Jika aku mengingat masalalu, sungguh indah sekali tanpa sebuah kepastian.
Semenjak Farah hadir dalam kebahagiaanku dan Adam, semuanya berantakkan dan
kepastian itu semakin penting bagiku. Mengapa? Ya, dengan alasan aku tahu,
mereka sedang menyembunyikan sesuatu dariku.
Aku kembali bertanya-tanya pada
keadaan. Apa salah, jika aku masih terus yakin dengan janjinya yang sampai saat
ini bagaikan kabut? Apa salah jika aku menganggapnya nyata, sedangkan ia hanya
menganggapku angin berlalu? Mengapa salah? Aku hanya ingin memperjuangkan
cintaku untuknya. Aku hanya ingin suatu saat manuai apa yang sudah kutabur. Aku
hanya ingin tetap bertahan untuknya walau ia tak membiarkanku bertahan
untuknya. Biarkan aku bertanya kembali pada keadaan. Mengapa perasaan ini tetap
ada, bahkan semakin besar, tatkala ia benar-benar tak ingin aku ada dalam
hidupnya? Perasaan adalah fitrah, aku tak dapat menyembunyikannya. Lalu, apa
salah jika aku menyuruh Farah untuk menjauh dari Adam? Ya! Itu yang dapat
dikategorikan kesalahan besar. Aku tak ingin menyakiti hati Farah.
Ah, cukup. Pertanyaanku pada keadaan
membuatku gila. Takkan ada artinya. Ada apa dengan orang-orang? Mereka terlihat
begitu antusias. Aku pikir ada hal menarik yang terpampang di mading. Entah
mengapa, saat aku berjalan menuju kelas untuk meletakkan ranselku, beberapa
orang terlihat menunjukku dan memperlihatkan ekspresi simpati kepadaku. Ada
apa? Aku tak terlihat menderita. Berbeda dengan orang-orang di kelasku, mereka
terlihat seperti tutup mulut. Matanya juga memberikanku rasa simpati. Hey, ada
apa?! Biarlah aku akan mencari tahu sendiri. Tunggu! Sedari tadi, Adam dan
Farah sedang menggambar bersama. Farah! Kau sudah merasakannya! Aku yang lebih
dulu dan lebih ;ama mengenal Adam, belum pernah mewujudkan cita-citaku untuk
menggambar bersama. Masih ingatkah saat aku melihat gambar yang terpasang di
mading kala aku pertama mengenalnya? Bukankah aku ingin menggambar berasamanya?
Kenapa Farah?
Tatapan simpati mereka kepadaku
semakin terasa. Bahkan, tatkala aku berjalan menuju lapangan basket. Astaga,
aku benar –benar tak mengerti apa yang terjadi pada mereka, juga padaku. Apa
ada yang salah dengan penampilanku? Mereka membenciku atau menyukaiku? Dimana
Adam? Dimana Farah? Lagi-lagi mereka menghilang bersama. Mampu berapa banyak
yang mereka sembunyikan dariku? Aku tak sebodoh yang mereka kira. Aku terus
mengintai sosoknya. Aku tanyakan kepada beberapa kawannya dan juga kawan Farah.
Mereka semua tak melihat batang hidung mereka.