Jumat, 31 Januari 2014

Part #1

“Hey, Qheyla. Ada apa?” Zalfa membalas sapaanku. Tapi, kenapa tiba-tiba wajah Adam menjadi bete? Menjadi kusut. Apa mereka sedang membicarakan masalah? Atau, karena aku? Karena aku mengganggu perbincangan mereka.
“Zalfa, maaf ya sudah ganggu.” Aku segera berlari meninggalkan mereka. Ini hal konyol. Ada apa dengan ku? Tiba-tiba lari. Ya, ada sisi perasaanku yang tidak ingin mengacaukan perbicangan mereka.
                                                                        ***
            Istirahat jam pertama setelah pelajaran Matematika yang membuatku frustasi. Aku memang tak begitu suka pelajaran semacam ini. Tidak seperti  istirahat biasanya, kali ini aku sendirian. Aku hanya duduk di pinggir lapangan. Biasanya aku dan Faqih bersatu. Aku dan Faqih sangat dekat sampai-sampai, kami di tegaskan untuk berjauhan dan menjaraki pertemanan oleh salah seorang guru kami.
“Qhey! Kenapa tadi pergi begitu aja?” Zalfa mendatangiku dan mengisi bangku yang kosong di sebelahku.
“Ah, enggak, Fa. Tadi aku hanya sekedar menyapamu, kebetulan aja tadi lewat.” Aku segera mencari alasan. “Oh iya, kamu sama Adam deket banget ya.” Kalimat itu tiba-tiba melayang begitu saja dari mulutku yang berhenti dari kunyahan Chiki. Astaga, pertanyaan macam apa ini? Ah, memalukan.
“Adam? Hmm… Enggak juga sih. Cuma… Cuma temen biasa, Qhey.” Seperti ragu Zalfa menjawab pertanyaan konyol dariku. Aku melihat ada sesuatu dalam dirinya. Seperti menyembunyikan sesuatu. Ah, sudahlah. Kami pun mengakhiri perbincangan dengan jadwal pelajaran saat itu. Kami dan semua murid meninggalkan lapangan. 
                                                                        ***
            Setengah semester hampir habis. Aku mulai dekat dan terbiasa dengan teman baruku. Begitu juga, hubunganku dengan lelaki misterius itu, Adam. Kita dekat, sangat dekat. Tak seperti dahulu. Saling diam, padahal aku sangat ingin sekali akrab dengannya.
            Aku mengikuti organisasi OSIS di sekolahku. Aku tak sendiri, Faqih, Adam, dan juga Zalfa pun mengikuti OSIS. Aku sudah menganggap mereka sahabatku, bahkan saudara. Karena kegiatan OSIS kami sangat padat, kami jadi sering pergi bersama. Kami saling berbagi pengalaman, berbagi kebahagiaan, berbagi makanan juga tentunya. Bahkan, Faqih sering curhat pada kami. Maklum saja, dia termasuk lelaki yang polos.
            Faqih, lebih sering curhat padaku. Ia sedang mengincar wanita kelas sebelah. Fanny. Wanita kelas sebelah yang menggunakan tas ungu, mungil, dan manis. Fanny satu kelas dengan Adam. Sehingga, mudah bagi kami untuk menyatukan mereka. Faqih sering bercerita tentang Fanny. Terutama, alasan ia ingin menggebetnya. “Aku usahkan, kok. Tenang aja, Qih.” Aku berusaha menjanjikan sesuatu. Hingga pada akhirnya, Faqih memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya pada Fanny.
“Makasih ya, Qhey. Kalau ga ada kamu juga ga akan kayak begini. Makasih banyak, Qhey.” Mereka bersatu. Faqih bahagia, aku pun bahagia. Siapa yang tidak bahagia melihat temannya bahagia?
                                                                        ***
            Semakin kami dekat, kami semakin tahu sifat kami satu sama lain. Sikap Adam kepada Zalfa. Ya, aku melihat itu. aku merasa ada sesuatu yang aneh. Lelaki yang ku pikir cuek, ternyata tidak cuek. Terutama kepada si mancung, Zalfa. Ada apa dengan mereka?
“Qhey…” Ada seseorang memanggilku.
“Pengen ada quality time berdua sama kamu nih, Qhey.” Ternyata Adam yang memanggilku.
“Ayolah… Kapan? Atur waktu aja, Dam.” Aku menyetujui sarannya.
“Pengennya sih secepatnya. Abis, kayaknya enak ngombrol sama kamu.” Entah apa alasannya. Mengapa aku? Bukan Zalfa? Selama ini, aku melihat ia selalu bersama Zalfa. Aku harap, tak ada hal buruk yang terjadi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar