Baiklah, aku belum menemukannya untuk kali
ini. Biarkan ia berkeliling-keliling sekolah. Kali ini pandanganku akan
kufokuskan pada daftar nama dan kelas di mading. Aku memilih IPS sebagai
jurusanku. Bukan karena aku bodoh dipelajaran IPA. Tapi, karena aku memang
tertarik dengan semua pelajaran dijurusan IPS. Betapa bahagianya aku, aku
kembali dipertemukan dengan Meli. Ia adalah kawanku di kelas awal ketika kami
junior. Aku tak begitu akrab dengannya. Tapi setidaknya, ia mengetahui
hubunganku dengan Adam dan ia akan mendengarkan curhatanku
tentang Adam.
“Mel,
kita sekelas. Duduk bersamaku?” Aku memberanikan diri untuk memberikan
penawaran.
“Ide
yang bagus. Semoga menyenangkan…” Aku rasa Meli menyetujui penawaranku. Kau
akan menjadi pelabuhan isi hatiku, Mel. Tak perlu khawatir. Aku dan Adam,
baik-baik saja. Bagaimana aku tak kaget, Meli menunjuk lelaki di kelas baru
kami. Adam satu kelas denganku. Kebahagiaanku semakin bertambah. Aku akan lebih
dekat dengan Adam. Lebih baik teman rasa
kekasih dibanding kekasih rasa teman. Leganya hatiku, bisa menjaganya dari
ancaman junior yang lebih cantik dibandingku pastinya.
Bagaikan bintang disiang yang terik.
Memang langit terlihat lengkap karena bintang. Namun, apa gunanya bintang
disiang hari jika ada matahari? Farah. Wanita bertubuh sekal, berkulit hitam
manis, cantik, bahkan aku melihat kepintarannya dari wajahnya. Ia adalah murid
alumni junior kelas sebelah. Tak terlalu terkenal sepertiku. Agak tertutup
untuk kehidupannya.
“Cie,
akhirnya sekelas juga kamu sama Adam. Masih gantung? Atau sudah… hahaha…”
Hampir semua teman-temanku tahu hubunganku dengan Adam. Bahkan, mereka yang
satu kelas denganku atau pun tidak kerap kali menanyakannya kepadaku. Aku dapat
berkata apa? Jika aku mengatakan yang sesungguhnya, mereka akan tahu seluk
beluk hubungan kami. Hanya senyum yang ku lontarkan. Begitu juga dengan Farah,
ia mengetahui hubunganku dengan Adam. Aku memang bersatu dengan Adam. Namun,
dapatkah menjanjikan sesuatu? Kadang aku perpikir mereka yang menanyakan status
kami, mereka telah menyakiti perasaanku bahkan meledekku. Baiklah, itu hanya
gurauan semata.
Lalu, ada apa dengan Farah? Farah
menjadi masalah besar dalam hubungan tanpa kepastianku dengan Adam. Jujur saja,
aku sangat nyaman berteman dengannya. Ia sangatlah baik. Bagaimana aku tak
merasa nyaman dengan Farah? Setiap kali aku murung, ia selalu menghampiriku dan
bertanya tentang masalahku. Jelas saja aku tak senggan bercerita dengannya. Ia
juga merespon dengan baik. Kadang, ia menjadi terbawa suasana karena ceritaku.
Tak hanya itu kedekatan kami, kami mengikuti ekskul yang sama di sekolah.
Ketika kami sedang menjalani rutinitas ekskul, kami sangat dekat. Tak jarang
kami makan siang bersama. Lalu?
Apakah aku dan Adam semakin dekat
seperti dahulu? Layaknya sepasang kekasih yang baru memulai hubungan? Aku
sempat berpikir begitu. Tak hanya aku, semua kawanku juga sempat merasa lega
karena Adam dan aku sudah bersatu. Dulu, aku memang sering mengeluarkan air
mata karenannya. Jadi, betapa leganya kawan-kawanku tatlaka mengetahui aku satu
kelas dengannya. Memang kenyataannya, aku dan Adam semakin dekat. Tapi, tidak
dengan tempat duduk. Bak Adam di Sabang, aku di Merauke. Kami saling mengujung.
Meski begitu, apapun caranya, aku masih tetap bisa memandangi wajahnya yang
tampan.
***
Sempat kukatakan, aku sangat benci
pelajaran semacam Matematika. Itu dapat membuatku frustasi. Entah apa yang
membuatku menyukainya ketika aku duduk dibangku SMA kelas dua. Aku memang ingin
menunjukkan perubahan pada diriku. Perlahan, kumulai menikmati indahya ukiran
angka-angka mematikan itu. Meli mungkin bertanya-tanya dengan perubahanku.
Baiklah, aku akan jujur. Dulu, setiap kali perlajaran Matematika, aku selalu
dikelilingi perasaan malas. Aku selalu acuh dengan angka-angka mematikan ini.
Ketika ujian pun, kubiarkan soal yang kumiliki rusak tak karuan. Kertas soalku
hanya berisi coretan gambar dan keluhan-keluhanku.
“Kerjakan
LKS Matematika halaman 6. Bapak mau turun kebawah sebentar, ya.” Kali ini, aku
tak lagi malas mendengar pengajar Matematikaku berkicau. Bahkan, aku sibuk
bolak-balik untuk bertanya.
Dengan semangat yang penuh, kubuka
LKS Matematikaku dan mengerjakannya setelah Pak Guru menerangkan sebelumnya.
Kubolak-balikkan lembar demi lembar. Adam menghampiriku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar